Jakarta (ANTARA) - Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menyampaikan bahwa dunia sedang memasuki sebuah tatanan baru dinamika global, dan momentum ini menuntut Indonesia untuk mengambil peran dalam ikut merancang arah tatanan dunia tersebut.
“Dunia sedang memasuki sebuah tatanan baru. Mari kita sejenak mencerna kenyataan ini: tatanan dunia berikutnya telah berada di depan mata,” kata Dino saat membuka Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2025 di Jakarta, Sabtu.
Dino menuturkan bahwa kendati tatanan dunia baru sudah berada di depan mata, tatanan dunia tidak akan sepenuhnya meninggalkan tatanan yang lama.
Menurutnya, tatanan lama tetap harus dipertahankan, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), ASEAN, hingga NKRI.
“Saya menyebutnya Next World Order, bukan New World Order, karena ia tidak sepenuhnya menggantikan tatanan lama. Banyak hal akan tetap ada dan harus tetap ada: PBB, Piagam PBB, Konvensi Jenewa, Konvensi Hukum Laut PBB, ASEAN, NKRI, serta jumlah negara di dunia yang tetap sekitar 200 negara,” ucapnya.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu menguraikan bahwa setidaknya ada empat alasan utama yang membuat dunia kini beralih ke tatanan baru, yakni pergeseran distribusi kekuatan global, rapuhnya sistem berbasis aturan, melemahnya institusi multilateral, dan arah dunia yang semakin melenceng.
Merujuk pada pergeseran distribusi kekuatan global, Dino menyoroti jumlah negara yang menandatangani Piagam PBB pada saat Indonesia merdeka tahun 1945, hanya berjumlah 51 negara.
Namun pada 2025, jumlah anggota PBB meningkat hampir empat kali lipat menjadi 193 negara.
Ia menambahkan bahwa kekuatan ekonomi dunia pun berubah seiring tumbuhnya jumlah negara berpenghasilan menengah dan meningkatnya populasi kelas menengah global yang kini mencapai sekitar 4 miliar orang.
“Dari sisi ekonomi global, BRICS kini memiliki PDB gabungan berbasis PPP yang lebih besar dari G7—40 persen berbanding 28 persen—dan kesenjangan itu akan terus melebar,” jelasnya.
Alasan kedua adalah melemahnya kepatuhan terhadap sistem berbasis aturan.
Dino menyebut bahwa kepercayaan global terhadap penegakan hukum internasional berada pada titik terendah.
Sedangkan alasan ketiga adalah institusi multilateral seperti Dewan Keamanan PBB semakin sulit merespons krisis akibat kepentingan anggota tetap dan penggunaan hak veto.
Sementara terkait arah dunia yang melenceng, ia menegaskan bahwa dunia kini kehilangan kompas moral, sehingga batas antara benar dan salah semakin kabur.
Ia menambahkan bahwa hampir semua aspek dipersenjatai, mulai dari perdagangan, energi, teknologi, bantuan, migrasi, pendidikan, media, hingga budaya.
Melihat dinamika tersebut, Dino menilai bahwa momentum saat ini sangat tepat bagi Indonesia untuk menjadi salah satu perancang utama tatanan dunia berikutnya.
“Kekuatan diplomasi Indonesia terletak pada kekuatan gagasan dan idealisme. Dengan posisi sebagai negara ASEAN, anggota G20, serta reputasi kuat dalam inovasi multilateral, ini adalah saatnya Indonesia menjadi salah satu perancang utama tatanan dunia berikutnya,” ujar Dino.
Baca juga: RI harus arahkan ASEAN-PBB sebagai pilar utama multilateralisme global
Baca juga: Menlu Afsel: Deklarasi G20 tandai kemenangan multilateralisme
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.





















:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5379583/original/008279300_1760351169-Artboard_1_copy.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5378189/original/057508300_1760218015-AP25284765147801__1_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5348124/original/066186800_1757768591-persebaya.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5367784/original/099774300_1759313808-Sherhan-Kalmurza.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5377650/original/070250500_1760140104-AP25283706908321.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5277047/original/083807100_1751975773-Sakit_mag.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5325476/original/093684600_1755998966-MPL_ID_S16_01.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376773/original/003374000_1760018952-yaniv-knobel-UvkIx6DMTMk-unsplash.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4975262/original/049835800_1729563717-trombosit-adalah.jpg)
![[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Wamenkes Baru dan Eliminasi Tuberkulosis](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/y0KuB7erhDJ6TbtDuKZCqONsZYw=/1200x675/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376817/original/095760700_1760054336-WhatsApp_Image_2025-10-09_at_4.52.47_PM.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5369643/original/010833600_1759476021-IMG-20251003-WA0016.jpg)


English (US) ·