Kalimantan Timur Berpotensi Endemik Demam Berdarah Dengue, Upaya Tekan Angka Kematian DBD Terus Diperkuat

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur, Jaya Mualimin, mengatakan, Provinsi Kalimantan Timur sudah mulai bergerak menurunkan angka kematian akibat demam berdarah dengue (DBD).

Dia menjelaskan bahwa luas Kalimantan Timur yang mencapai 2.127 kilometer persegi sangat riskan bagi penyebaran DBD. Terlebih lagi dengan kondisi pulau Kalimantan yang tropis dan sub-tropis, serta curah hujan yang selalu sama tiap bulan.

"Dari Januari sampai dengan Desember. Dan, tentu ini menjadi PR buat kami terkait dengan bagaimana kita mengelola salah satu penyakit endemis kita. Salah satunya adalah demam berdarah," ujarnya.

Menyoroti darurat kasus DBD yang kian meningkat setiap tahun, Jaya mengatakan bahwa peningkatan Sistem Kewaspadaan Dini dan Responsif (SKDR) harus dilakukan selama satu tahun penuh.

Menurut perhitungannya, selama satu tahun setidaknya sebanyak 52 minggu angka kasus DBD dapat dikurangi. "Setiap minggu kita lakukan rilis terkait dengan bagaimana kondisi dini yang ada di Provinsi Kalimantan Timur," katanya dalam Dialog Kebijakan bertajuk 'Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Indonesia Zero Dengue Death 2030' di Gedung MPR RI pada Rabu, 5 November 2025.

Lebih lanjut, Jaya, mengatakan,"Kita buat infografis setiap minggu pertama di bulan Januari sampai dengan minggu ke 51. Karena 52-nya kita biasanya dirilisnya setelah bulan Januari."

Jaya memaparkan beberapa langkah sebagai upaya memutus rantai DBD di Kalimantan Timur. Salah satunya adalah langkah kolaboratif dari berbagai sumber. Dengan pola SKDR yang disertai beberapa inovasi tambahan, Kalimantan Timur berhasil mengurangi angka kematian menjadi 11 pasien.

"Kita lakukan setiap bulan semacam audit kematiannya dari 11 orang yang meninggal ini. Untuk melakukan beberapa hal berkaitan dengan bagaimana mengelola agar jangan sampai terjadi kematian selanjutnya," ujarnya.

Adapun inovasi yang saat ini rutin dilakukan setiap tahun di Kalimantan Timur adalah program sero survei. Jaya, menjelaskan, program ini merupakan kerjasama antara Dinkes Kalimantan Timur, BPK Kalimantan Selatan, serta Kemenkes RI guna menganalisa genomik atau DNA pada pasien DBD.

Menurutnya, adanya laporan tambahan mengenai serosurvei ini juga menjadi sebab perbedaan data laporan Kemenkes RI dengan BPJS Kesehatan.

Langkah penting selanjutnya yang telah dilaksanakan di Kalimantan Timur yaitu vaksin DBD pada anak. Jaya mengatakan bahwa vaksin ini sangat efektif karena laporan terakhir terkait kasus DBD pada anak di Kalimantan Timur mencapai angka nol.

Sebelumnya, data mencatat bahwa dari 42 kasus kematian akibat DBD, sebanyak 80 persen adalah anak-anak berusia kurang dari 12 tahun.

"Selama dari tahun 2023, kita melakukan dosis itu sudah 24 ribu dosis. Pada anak-anak yang sudah dilakukan vaksin, sampai hari ini tidak ada dilaporkan mereka itu terkena atau dirawat karena DBD," ujarnya.

Jaya, menambahkan, bukti efektifnya vaksin DBD pada anak menjadi kesimpulan bahwa sistem pelaporan dini harus terus dilakukan secara rutin.

Tak hanya soal DBD, tetapi juga penyakit lain, terutama yang berpotensi menjadi wabah. "Selanjutnya, ini kita lagi melakukan beberapa keupayaan di dalam mengevaluasi target dengan program-program yang ada di Provinsi Kalimantan Timur," pungkasnya.